Mereka
ajarkan padaku, mencintai itu sederhana. Mereka katakan padaku, mencintai itu
tidak boleh melukai. Tidak melukai dirimu, tidak melukai Allah, pun tidak
melukai orang yang kau cintai. Tidak melukai perasaan, fisik, mental, ruhiyah dan
menganggu kemesraan dengan Allah.
Mereka
bilang, cintaku pada orangtuaku ialah dengan tidak menyeret mereka untuk bertanggung
jawab atas tingkah nakalku yang tidak Dia sukai. Tidak mengecewakan keduanya,
tidak menghilangkan kebanggaanya padaku saat hari perhitunganNya.
Mereka
bilang, mencintai saudariku itu dengan tidak membiarkan mereka senang dengan perbuatan
yang tidak disukaiNya. Membiarkan mereka berleha dengan waktu, sementara aku
sibuk memperbaiki diri.
Mereka
bilang, mencintai orang pilihanku itu dengan tidak mengajak ia merasakan
panasnya api di keabadian karena tingkahku. Tidak pula melukai keluhuran budinya
dimana darisanalah muncul rasa kagum yang bersemayam di sanubari. Tidak pula
menggores noda dalam kemesraan denganNya.
Mereka
mengajarkan padaku bahwa cinta tulus itu, ketika aku menghadirkan orang yang aku
cintai dalam setiap sujud panjangku, dalam terangkatnya tanganku saat merajuk
cintaNya, tanpa mereka harus tahu bahwa aku menyisipkan nama-nama mereka saat
aku berbicara denganNya.
Aku
kembali bertanya pada diriku, sudahkah? Sudahkah aku mengikuti apa yang mereka
ajarkan padaku? Sudahkah aku mampu menjaga cintaku dengan baik untuk mereka,
untuk mereka agar kelak aku bisa berkumpul bersama mereka di taman keabadian?
Aku ingin mencintaimu dengan
sederhana
Dengan kata yang tak sempat
diucapkan
kayu kepada api yang
menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan
sederhana
Dengan isyarat yang tak
sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada.
_Sapardi
Djoko Damono_
Comments
Post a Comment