Mentari semakin merunduk di ufuk barat, sisa cahayanya masih menelusup di Jendela Masjid. Shalat Ashar berjamaah yang diimami Ust. Dadan hampir berlalu satu jam yang lalu. Meski demikian seperti biasanya masjid ini selalu ramai oleh jamaah. Beberapa orang sedang shalat ashar, mungkin mereka masih memiliki urusan saat adzan berkumandang, beberapa orang sedang tilawah, dan tak jarang pula yang sedang melafalkan al ma’tsurat sore. Aku baru saja menyelesaikan do’a rabithah dalam al ma’tsuratku, ketika Hilya yang duduk di sampingku dengan penuh semangat tengah menyelami muraja’ah hafalan juz 30-nya di surat An Nazi’at. Aku memperhatikannya dengan seksama. Ia meniti tiap makharijul huruf dan tajwidnya dengan hati-hati. Wajahnya terlihat tenang dan bening seperti permata. Tak heran jika orangtua kami menyematkan nama itu baginya. “Fa’amma man khafa maa khooma rabbihi wannahannafsa ‘anil hawaa...” lirihnya. “Wa’ama man khafa maa khooma rabbihi wa nahannafsa ‘anil hawaa...” aku mengoreks...