Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2013

[Cerpen] Rindu tanpa Tafsir

Pandangan itu masih tertuju pada hamparan samudera. Ia hanya diam tak bergeming saat deburan ombak kecil merendam telapak kakinya. Matanya mulai terpejam perlahan. Telinganya bersiap menyimak hembusan angin yang membisik. Tangannya terentang memeluk udara. Nafasnya naik turun beraturan, bernada dengan ritme yang syahdu. Bibirnya terkatup rapat membungkam terkunci, bila saja anak kuncinya telah hanyut di bawa ombak. “Hai...” kesunyian bebisik angin berubah hangat dengan sekelebat suara yang menyapa. Ia masih bungkam. “Apa kabar?” tanya suara itu mengusik ketenangannya. “Selalu lebih baik dari yang sebelumnya.” Jawabnya tipis. Ia masih menikmati setiap hempasan angin di wajahnya. “Dan kau?” Hening beberapa saat. Hanya deburan ombak dan tiupan angin yang menguasai. “Aku jauh lebih baik setelah melewati masa sulit.” Akhirnya suara itu kembali. Mestinya jawaban itu menjadi jawaban terbaik yang menerbitkan bulan sabit di bibirnya. Namun sebaliknya, hatinya perih pilu. Ia tahu

Rindu tanpa Tafsir

Rindu datang mengusik hingga menusuk Menantang fajar, senja pun tunduk tertakluk Menghimpun remah-remah asa yang masih tersisa Memuai harap dari sepotong rasa yang berkuasa Kau, menjejak di ruang biru Aku, berada di garis hijau Ada bentangan masa dan ruang menyekat Melebur menjadi ragu bernama kemustahilan Rindu hadir tanpa tafsir Rasa datang menggeliat kenangan Menuding kata mengamini hati Bersemayam di sudut jiwa Katakanlah... Dengan jalan mana yang akan menyampaikanku padamu Pun sebaliknya... Adakah sepotong kilau cahaya untuk kita? Secercah pijar yang akan mempertemukan kita pada akhirnya. Katakanlah, wahai rindu tanpa tafsir. Kau datang mengisi setiap ruang, setiap sisi hatiku Menebar aroma harum yang mempesona Bagai pisau dengan dua mata. Kau merobek dinding hati merangsek keluar. Wahai rindu tanpa tafsir, kemudian engkau pergi tanpa jejak Seolah harapan telah mati membusuk Wahai rindu tanpa tafsir, bisakah ku te

Terulang

Malam telah sempurna memeluk kota itu saat hujan mulai mereda setelah ia turun menggemparkan dengan ribuan kubik airnya yang tumpah ruah. Udara dingin mulai menusuk ke sumsum setiap orang. Baginya, dingin pun turut menyusup ke palung hatinya. Gadis itu terduduk di pojok ruang tamu. Tangannya menekan dada kirinya, ada perih yang sulit dieja olehnya. Sesekali matanya melirik ponsel, masih tak ada sms dari orang yang mengajaknya pergi malam itu. Ia merapatkan jaketnya saat udara beku mulai menghembus. Sesekali ia menghembus nafasnya kasar. Matanya kembali melirik ke layar ponselnya, masih kosong. Hanya ada gambar dirinya yang telah ia tetapkan sebagai wallpaper . Ia memandangi jam digital di ponselnya, hampir menunjuk ke arah 19.00 Jadi gk? Udah nyampe mana? *** “Untuk kesekian kalinya...” Gadis itu mengirimkan pesan padanya. “Memang kenapa?” balas seseorang. “Tidak apa-apa. Memang harus begini.” Jawab gadis itu. “Tapi tak apa-apa, aku tak seperti yang kita prediksi kemari