“Joyeux
Anniversaire...” Seruku.
Ku
sodorkan ke hadapanmu seloyang kue tart yang berisikan fla jeruk, berlapiskan
krim dari mentega putih yang diberi perwarna kuning untuk sudut kuenya, dan
jeruk asli yang kulitnya telah ditanggalkan diatasnya, pengganti buah cherry
yang pada umumnya menghiasi blackforest.
Di muka kue tertulis “Happy Milad saudariku, Hikmah Yusuf” dari mentega putih
yang diberi pewarna merah. Diatasnya terdapat dua lilin merah yang berbentuk
angka 2 dan 3 yang berarti kini kau berusia 23 tahun, yang tak pernah menyala
karena aku mematahkan satu-satunya batang korek api yang aku patahkan karena
gugup.
“Happy
Milad...!” kini beberapa orang yang mengiringiku silih berganti berteriak
mengucapkannya padamu.
“Berkah
umurnya... berkah umurnya... berkah umurnya... serta mulia...” kami semua
bernyanyi untukmu.
Kau
hanya diam membisu dengan helm yang masih bertengger di kepalamu. Entah
terkejut, kaget, biasa aja atau apapunlah rasamu, yang jelas kau benar-benar
menunjukkan karakter aslimu, Phlegmatis! :p
Setelah
sekian detik berlalu barulah secarik senyum menghiasi bibirmu yang sedari tadi
kelu. “Aku tak percaya kalian menyiapkan ini semua...” ujarmu dengan suara
tipis.
Aku
dan Mbak Atun cekikikan. Lalu aku mencuri-curi kesempatan, mencolek kue tar dan
mengoleskannya di hidung dan pipimu. Dan kau... hanya diam pasrah.
“Potong
kuenya... potong kuenya...” entah suara siapa yang menyanyi, tapi aku tahu
bahwa dia sudah tak sabar mencicipi kue tart yang menerbitkan air liur bagi
siapapun yang melihatnya. :D
Kau
mulai memotong bagian demi bagian kue itu. “Potongan pertama pokoknya buat
aku...” geramku.
Semua
orang tertawa, dan akhirnya potongan pertama memang jatuh pada kita bertiga,
aku, Mbak Atun, dan Teh Dela. Dalang dibalik kejutan ini.
Potongan
selanjutnya kau serahkan pada setiap orang yang hadir saat itu. “Untuk Aul,
Neng Rida, Nur, dan Mbak Has.” Ujarmu menyebut semua yang hadir dan membagikan
sepotong kue dalam piring kertas.
Kau
masih anteung memotong kue sambil mengabsen penghuni disini yang tak bisa
hadir. “Ini untuk Hamasah, Dina, Nisa, Siti, Teh Rahmi, Mpit...”
“Sayang
ya Teh Nay, tidak ada disini...” gumammu lagi.
Aku
pun masih terpaku melihat kau memotong kue tart yang sudah tak bundar dan
bersisa sedikit lagi di loyang itu. Aku terpekur, sepotong kue tart beraroma
jeruk itu merepresentasikan seorang sahabat, ada manis, asam dan menyegarkan.
Meski ada rasa asam tapi rasa manis lebih mendominasi. Tanpa asam, selalu manis
bisa membuat enek yang makan.
Tiba-tiba
teh Dela mencolek krim dan turut memoleskannya di wajahmu. Kau hanya tersenyum
pasrah, dan dengan gerakan cepat kau turut menbalas mencoreti wajah teh Dela
yang diikuti oleh colekan beberapa teman yang lain.
Setelah
puas merias wajah Teh Dela, korban selanjutnya adalah Aul, Mbak Atun, Mbak Has,
Neng Rida dan korban terakhir adalah Nur. Kamar 2x3 itu penuh hingar bingar
tawa dan jerit para korban yang tak ingin terkena colekan krim.
Aku
tertawa paling puas. Puas. Karena aku satu-satunya yang selamat dan wajahku
masih bersih, bebas lemak dari mentega itu. Aku menghela nafas lega.
“Oii...
Ia belum diserang!!!” teriak Teh Dela histeris. Seolah dia baru saja menemukan
musuh dibalik semak-semak. Semua orang tersadar dan segera mengambil
ancang-ancang memenuhi ujung jari mereka dengan mentega putih penuh lemak itu.
“No...
no... please. Tidak!!!” teriakku terlampau takut. Aku segera berlari ke kasur
dan ku tutupi wajahku dengan bantal.
Oh
no! Mereka kompak mengisolir gerakku. Menahan tangan dan kakiku. Merebut dan
menyingkirkan bantal yang berusaha keras ku pegang erat.
“Please
no... no... jilbabku...” aku berteriak dan berusaha meronta.
“Makanya
jangan sombong dulu...” Teh Dela mencibirku setelah ia puas melukis abstrak di
wajahku. Hueh... emang dia pikir wajahku kanvas?? -.-“
Akhirnya
mereka berhasil mendandaniku dengan krim itu serta meninggalkanku dengan wajah
dan jilbab yang sudah berlumur mentega putih itu. Fiuhhh... kita tergolek lemas
dengan tawa yang masih menggetarkan kamar ini.
Dan
persahabatan selalu menyegarkan dengan tawa dan canda...
Persahabatan selalu abadi dengan
berlandaskan cinta padaNya. Meski jasad tak bersama, lisan tak bersua, tapi
dalam do’a kita selalu bersama selamanya, hingga ke JannahNya kelak. Insya
Allah...
Pour
tous violeter, J’aime beaucoup grâce à Allah...
Uhibukkum
Fillah, saudariku...
Jum’at,
11-11-11
Comments
Post a Comment