Skip to main content

Behind The Scene Samudra Hati (menjawab pertanyaan para pembaca)




Dari tahun 2012 ketika awal cerita ini dishare di fanpage I Love Kawanimut banyak sekali yang bertanya apa novel ini kisah nyata atau fiksi? Tak sedikit juga yang bertanya bagaimana caranya menulis, mengatur plot dan lain sebagainya? Atau bagaimana saya bisa mendapatkan ide untuk membuat kisah Aidan-Saila ini?

Dulu, awal menulis Samudra Hati, saya belum paham benar tentang teori menulis fiksi khususnya novel. Bahkan saya saat itu belum bisa membedakan kalimat tell atau show. Saya hanya penulis pemula yang kebetulan sejak duduk di kelas lima SD sangat suka menulis kisah seorang putri dan pangeran lalu memaksa teman-teman untuk baca dan menarik upeti setelah mereka baca (astagfirullah semoga Allah mengampuni kekhilafan saya kala itu). Jadi saat itu saya hanya menuliskan apa yang terlintas di pikiran saya. Yes, sesederhana itu. Dan entah berapa kali Samudra Hati pun direvisi sebelum akhirnya diremake ulang tiga bulan yang lalu.

Tentang Samudra Hati, beberapa senior dan tutor menulis saya selalu berkata, "menulislah dengan hati maka akan sampai juga ke hati pembaca". Sebetulnya itu bukan tentang tulisan saja, guru saya di asrama juga sering mengatakan demikian apa yang datang dari hati akan sampai ke hati pembacanya.

Samudra Hati saya tulis kurang lebih 10 tahun yang lalu, tepatnya tahun 2008, ketika saya masih duduk di bangku kuliah dan baru masuk asrama. Yaps, jadi setelah empat tahun mengendap di file laptop dan hanya dibagikan pada beberapa teman dekat, akhirnya saya berani menyerahkan pada admin I Love Original Kawanimut untuk dibagikan ke khalayak Facebook.

Novel ini memang begitu emosional buat saya. Saat itu saya sedang proses healing untuk adaptasi di Dunia baru (baca: Asrama), jadi segala emosi baik itu bahagia, sedih, marah, kesepian dan semua rasa saya masukkan ke novel ini. Yaps, novel ini saya buat untuk memperbaiki mood saya kala itu dan tak pernah ada rencana untuk dishare publik ataupun dicetak seperti sekarang. Mungkin seperti yang dikatakan orang-orang itu, karena berawal dari hati, Alhamdulillah dengan izin Allah novel ini bisa sampai (baca: berkesan) di hati pembaca

Jika dalam novel proses healing Saila saat masuk asrama dibantu Aidan, proses healing saya ya menciptakan Aidan dalam novel itu.

Jadi?

Yaps, memang tokoh Saila itu meskipun tidak 100%, sedikit banyaknya mengambil dari diri saya sendiri.

Sedangkan Aidan? Nah, ini juga sering sekali jadi pertanyaan buat saya, apakah Aidan itu sosok nyata? Jawabannya BUKAN. Dia tetaplah tokoh fiksi. Tokoh fiksi yang tercipta dari beberapa orang pemain sepakbola, yang kemudian saya ‘rangkum’ menjadi satu sosok yang love-able.

Siapa saja orang-orang itu? Jangan kaget ya, karena tidak hanya satu atau dua orang tapi banyak. Orang-orang itu adalah

1.      Franck Ribery, Seorang pemain sepakbola muallaf asal Perancis yang sering kepergok mengangkat tangannya sebelum memasuki lapangan. Dia humble dan tidak banyak tingkah di lapangan.

2.     Ricardo Kaka', pemain Brazil yang memilih menikah muda daripada hidup bersama seperti umumnya di Dunia Barat. Dia bukan muslim, tapi karakter Dewasa Aidan dapat di sana.

3.      Kolo Toure/Yaya Toure, I’m so sorry, agak lupa lagi. Kalau nggak salah salah satu atau dua-duanya. Toure bersaudara ini pernah baca beritanya sering menyempatkan mengajar ngaji anak-anak di Masjid Newcastle. Correct me if I’m wrong.

4.      Cesc Fabregas, karakter yang saya ambil dari dia untuk Aidan, selain kebangsaannya (WN Spanyol) karena pencapaian prestasi Cesc ketika di usianya yang kurang dari 25 tahun, manajer Arsenal sudah mempercayakan jabatan kapten untuknya membuat saya tertarik untuk mencomot dan menempelkan ke tokoh Aidan.

5.      Steven Gerrard, sifat family orientednya ini yang membuat saya dari dulu sering kagum. Kepribadiannya yang goodboy, saya rasa cocok untuk ditempelkan pada Aidan.

6.      Abou Diaby, pemain bola yang sudah menghafal alquran 19 juz. Melihat dia saya jadi berpikir, kenapa tidak ditempelkan pada karakter Aidan supaya semua penggemar sepakbola tahu bahwa dibalik kepiawaian mereka memainkan si kulit bundar masih ada loh yang rajin menghafal kallamullah.

7.      Dan terakhir, Demba Ba, seringkali ia mendengarkan murratal Alquran di stadion agar ia merasa rileks sebelum bertanding, yang kemudian kebiasaan itu juga menjadi kebiasaan Aidan.
Banyak ya? Ia banyak sekali.

Baiklah behind the scenenya sampai di sini dulu untuk part 1. Nanti masih ada lanjutannya di part 2, insya Allah.

Comments

Post a Comment