Skip to main content

Catatan Hati Ibu Hamil (Bukan CHSI)

Ceritanya mau mulai move on menulis lagi dan update blog yang udah nyaris setahun ditinggal. Ya, "nyaris" setahun. Cuma tinggal ngitung beberapa hari lagi genap setahun :p

Yups, kali ini mau curcol dikit tentang kehamilan plus suka dukanya. Aiihhh, sebenarnya udah lama ingin juga curcol kehamilan saat baca "Surat Calon Mama untuk Dejan"-nya punya temen (dan tiba-tiba sok keren aja jadi silent reader gitu. hihihi), tapi kayaknya saking sudah terjerumusnya ke dalam "rasa malas". Akhirnya ditunda lagi ditunda lagi dengan alasan, ah mendingan masak aja buat buka puasa (saat itu bulan Ramadhan). kekeke...

37 minggu 4 hari genap usia kehamilan saya. Aih, padahal di bulan yang sama tahun kemarin saya belum ketemu sama sekali dengan suami, bahkan belum terbayang siapa yang akan jadi jodoh saya nantinya. Sekarang, udah harap-harap cemas aja nunggu si buah hati lahir. (nah kan kisah perjalanan bertemunya suami aja belum di setor di blog ini).

Back on topic...

Dua tiga minggu yang lalu, di usia kehamilan di 34-35 minggu tentunya, saya sangat bersemangat sekali menyambut persalinan. Nyaris tiap pagi (kadang dua hari sekali sih) suami menemani saya jalan jalan pagi dengan rute yang berbeda dengan iming-iming jajan setelah jalan-jalan. Harapannya agar kepala dedek bayi bisa segera turun ke panggul dan persalinan bisa lebih mudah di bidan deket rumah nantinya. Selain itu, saya juga mulai mau nginem (ngepel jongkok), naik turun tangga rumah (yang dulu pas hamil muda sangat dihindari), goyang inul, sampai senam hamil. Saya juga mulai memperhatikan sinyal-sinyal yang dikeluarkan tubuh saya, berbekal dari artikel-artikel di internet dan obrolan ibu-ibu di forum kehamilan. Sakit sih kalau kontraksi palsu, tapi ada sisi nikmatnya, wah... dedek sedang berjuang nyari jalan. Meskipun kadang seringkali termehek-mehek sama suami.

Di ukuran kehamilan 36, tiba-tiba tanpa diduga Allah memberi saya ujian sakit. Selama beberapa hari saya hanya bisa berbaring di tempat tidur. Sampai suami saya bilang "udah kayak kucing sakit aja." -____-"

Mulai saat itu lepas rutinitas saya memperhatikan perkembangan kehamilan, saya mulai fokus pada rasa sakit yang kata dokter sih efek dari kehamilan yang semakin membesar. Saya benar-benar sedih dan "ngedrop", akhirnya saya mulai dihantui rasa takut sakit akan persalinan normal, yang terbayang akan menjadi dua kali lipat lebih sakit karena penyakit saya. Akhirnya, blass... saya mulai pasrah jika memang takdirnya saya harus mendapat tindakan operasi caesar. Walaupun dokter kandungan dan suami saya selalu membesarkan hati dan meyakinkan kalau saya bisa melahirkan secara normal. Tetap saja, saya masih merasa takut untuk normal karena penyakit itu. Rasanya saya sudah tidak bersemangat lagi untuk mengikuti reaksi-reaksi tubuh saya menjelang persalinan, tidak berharap akan melahirkan dalam waktu dekat lagi kecuali menunggu sampai sakit saya sembuh. Kerinduan kepada bayi saya pupus oleh rasa takut.

Setiap malam sambil mengobati saya, suami dengan sabarnya menghibur bahwa saya akan sembuh dan bisa melahirkan normal dengan lancar. Sedikit pesimis mendengar kalimat-kalimatnya dan setiap malam juga saya pasti meringis pada suami, maklum saya sejak kecil paling tidak bisa menahan sakit. Sampai saat itu saya berpikir bahwa jika bukan dia (yang jadi suami saya), saya tidak yakin ada orang lain yang bisa sesabar dan setelaten dia dalam mengurus saya, juga bisa tetap bertahan di sisi saya.

Alhamdulillah, syariatnya dari obat yang diberikan dokter. Allah meringankan rasa sakit saya di hari ke-5. Saya sudah bisa beraktifitas seperti biasa hingga hari ini.

Saya kembali lagi bersemangat menyambut hari persalinan. Saya juga mulai rutin lagi memperhatikan rasa sakit (sinyal) yang diberikan tubuh saya. Sejak saat itu, saya bersyukur bisa merasakan sinyal-sinyal melahirkan meskipun kadang rasa sakitnya melilit (saat kontraksi palsu), atau pinggang dan perut bagian bawah saya terasa begitu ngilu. Saya lebih baik merasakan sakit itu daripada merasakan sakit lain yang tidak berhubungan dengan persalinan. Karena, itu adalah tanda bahwa saya akan segera bertemu bayi saya.


Noted:
Banyak makna didapat justru ketika kita diuji.
1. Saya jadi tahu benar ketulusan suami
2. Saya semakin bersyukur diberikan kesempatan untuk merasakan nikmatnya hamil, merasakan gerakan dedek di perut dan lainnya. Semoga saya tidak banyak mengeluh karena sakit menjelang persalinan.
"Maafin Bunda ya sayang, dulu bunda seringkali mengeluh karena nggak tahan saat kontraksi palsu atau perut bunda ngilu karena gerakan kamu. Padahal kamu sedang berusaha mencari jalan agar persalinan nanti mudah, yuk ah sayang kita kerjasama saja. Maafkan bunda juga karena, sempat berbisik 'Nak, lahir nanti saja ya kalo bunda sudah sembuh.' Maaf ya sayang, bukan maksud Bunda menolak kehadiran kamu. Sekarang kapan saja kamu mau lahir, Bunda dan Abi siap menyambutmu." ;)

Comments

  1. Uwooow, setahun ditinggalkan pemiliknya, gaya dan kontennya sangat berubah.
    Baca ini bikin terenyuh :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. bahasanya jadi alay nyak? Plak plak plak

      *jedotin jidat ke adonan donat*

      Delete
    2. semangat ya teh... sakit apa? hipertensi gravidarum kah? semoga persalinannya lancar dan dimudahkan oleh Allah...

      Delete
    3. Aamiin. Hohoho nggak say, Alhamdulillah nggak separah itu.
      Terimakasih ya :)

      Delete

Post a Comment