Skip to main content

Rindu yang Tertafsir



Seperti pada senja-senja sebelumnya. Senja kali ini ia berdiri di bibir pantai dengan air laut yang membenam hingga mata kakinya. Rutinitas itu seakan telah diiringi tendensi kata “wajib”. Pandangannya tertumbuk pada sinar kemerahan sang mentari lelah yang balik menusuk kedua matanya. Nafasnya masih beraturan sama dengan ritme yang demikian syahdu. Kali ini lebih tenang dari biasanya. Bibirnya masih terkatup, namun kali ini tertarik simetris ke kiri dan ke kanan. Tangannya terentang bersiap memeluk hembusan angin. Seakan itulah sayapnya yang akan membawa ia melambung menyentuh awan.
Perlahan kelopak matanya mulai turun. Lantas purna menutup bola mata hitamnya. Seperti ritual yang biasa ia jalani. Ia telah bersiap menyimak bisikan angin di gendang telingannya. Kali ini tak ada suara yang berbisik tentang Safir dan Zamrud. Tidak pula hanya sekedar menanyakan kabarnya yang bahkan semesta tahu benar ia bukan hanya baik-baik saja.
Jiwanya tengah terbang bersama camar yang terbang melintasi samudera biru di hadapannya.
“Aku tak perlu Safir.” Bisiknya. Nafasnya tiba-tiba menjadi memburu menahan buih-buih bahagia yang meluap di hatinya. “Karena aku sudah menggenggam dua zamrud.” Tambahnya.
Sunyi, sekali lagi hanya suara hembusan angin yang riuh di sekitarnya. Senyumnya semakin tersimpul, meski ia tahu tak ada suara yang menanggapi gumamannya.
“Rindu itu sudah tertafsir.” Ia kembali bergumam. “Nyaris. Nyaris tertafsir.” Ia meralat kalimatnya.
Ia membuka matanya perlahan. Pantai masih ribut dengan suara desiran angin dan deburan ombaknya. Kulit-kulit kerang masih membisu di pasir. Karang masih kokoh di tempatnya semula. Mentari nyaris sempurna tenggelam di sudut barat sana. Ia membalikan tubuhnya, meninggalkan ombak yang berusaha mengejar langkahnya. Sejenak ia menengok ke belakang. Menatap samudera yang luas membentang.
“Ia tahu. Sang Maha Cahaya tahu, tapi Ia menunggu...” bisiknya. Dilemparkannya senyuman terbaik yang pernah terbit di bibirnya. Lantas ia kembali melanjutkan langkahnya. Pulang.

Comments