Skip to main content

Perjalanan Menuju Kota Metropolitan


Pagi itu selesai kuliah tiba-tiba saya mendapat kabar dari koordinator yang memerintahkan saya meluncur ke Jakarta untuk mengurus kelengkapan administrasi perlombaan yang kami ikuti di pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional (so keren banget deh... :D) enam bulan yang lalu. Saya sebagai perwakilan dari bahasa Perancis dan seorang temanku yang manis dari jurusan Bahasa Jepang, (terpaksa karena si koordinator sudah berada di Bangka selepas ujian Sidang, dan akan kembali ke Bandung minggu depan untuk wisuda).
Setelah selesai kuliah itulah saya dan beberapa teman yang terlibat dalam pembuatan buku itu beramai-ramai melengkapi administrasi yang jadi persyaratan panitia lomba.
Jam 1 tengah hari barulah selesai tuh, kami bertiga, saya, kak Iik dan Neng Melia (perwakilan satu-satunya dari Bahasa Jepang yang ikut) segera meluncur ke Stasiun Hall untuk mengejar kereta yang berangkat jam 2 siang nanti.
Sebenarnya ada perasaan kuatir juga menjejaki Ibukota, secara dari jaman dahulu kala saya nggak pernah suka ke Ibukota, udah gitu jarang pula karena emang nggak ada urusan disana, ah panasnya, macetnya, polusinya, kriminalitasnya, ah semua-muanya saya tidak suka dengan kota metropolitan yang satu itu. Tapi demi memperjuangkan nasib umat (jiaaahhh... ujub bangettt >,<) dan perintah atasan, mau tak mau akhirnya saya pergi juga kesana.
Sesampainya kami di stasiun, kami sebenarnya masih menunggu satu orang personil lagi yang mau ikut dengan kami, beliau itu adalah Rima datang menyusul dari Cimahi (perkenalkan ini teman saya yg paling baik dan suka menolong, tapi sama borosnya kayak saya, apalagi kalo diajak makan bareng.huehehe). Katanya sih, dia udah masuk stasiun, tapi kok belum nampak juga ya batang hidungnya (kebayang deh serem banget kalo sampai yang muncul cuma hidungnya aja... hehehe ^^v). Padahal kereta sudah datang, dan akan berangkat dalam beberapa menit lagi. (dramatis kayak di pelem-pelem gitu).
Saya sempat frustasi dipinggir kereta karena temanku tak kunjung datang juga (untung kagak bunuh diri juga hihihi). Eh tuh anak nelpon juga, dan ternyata dia datang dari sebelah kiri saya berlari-lari sambil melambai-lambaikan tangannya, wah saya nggak kalah heboh, saya ikut loncat-loncat dan melambaikan tangan , memberitahu kalo saya ada disebelah sini (ini mah persis adegan pelem jepang, walopun saya nonton pelem jepang setahun sekali, tapi taulah adegan-adegan yang kayak gituan mah adanya di pelem jepang ato korea hehehe).
Jam 14.00 kereta bisnis parahyangan
(maunya sih eksekutif, tapi apa daya dompet mahasiswa gitu lho, apalagi baru masuk awal muda, diperkirakan beasiswa dari "yayasan ayah bunda" belum cair. kayaknya kalo ada yang ekonomi udah naik yang ekonomi da.) jurusan Bandung-Jakarta melaju juga (rada telat beberapa menit sih).
Wah pemandangannya subhanallah sekali kawan, dan kalo dilihat dari jendela kereta kesannya juga lebih dapat juga. Hmm... serasa jadi wanita karir yang bolak-balik luar kota untuk urusan bisnis hehe. Eh ternyata naik kereta lebih lama ketimbang naik bus. Tepat pukul 18.00, lebih tepatnya pas adzan magrib, kami sampai di Stasiun Gambir. Rintik hujan menyambut kedatangan kami, yang kesemua temanku juga merasa asing ada di kota ini. "Rimba Metropolitan".
Mana saat itu kami juga belum tahu benar alamat yang diberikan, beruntung sekali pihak pusbuk mau menunggu kami, padahal jam kerja mereka hanya sampai jam 17.00. selain itu mereka pun bersedia membimbing kami ke alamat yang dituju, melalui telpon tentunya.
Bingung mau naik apa? (katanya sih naik busway, tapi si buswaypun tak kunjung datang juga), akhirnya kami memutuskan untuk naik taksi aja dah.
Alhamdulillah yah, setelah muter-muter  dan dibantuin supir taksi yang baik hati tanya sana sini, akhirnya sampai juga di depan gedung PusBuk MenDikNas. Gimana gitu ya, serasa amazing, menginjakkan kaki disana (ujubnya keluar lagi deh). Haduh kami malah deg-degan, merasa bersalah pada ibu... (saya lupa namanya) yang akan kami temui untuk mengurusi kelengkapan administrasi tersebut. Setelah seorang karyawan menunjukkan kantor si ibu, kami pun segera menuju ruang kerjanya. Si ibu tengah duduk santai dengan tidak meninggalkan kewibawaannya. Makin aja tuh tegang buat nemuin beliau, eh ternyata "Oh ini yang dari UPI itu ya..." sapa si ibu dengan ramahnya. Fiuhhhh... suasana pun mencair deh akhirnya, akhirnya kami ngobrol-ngobrol ringan di ruang tamu, dan ternyata eh..eh... Si Bapak koordinator pusat (bukan yg ke bangka, tu mah kord. Mahasiswanya) udah datang duluan untuk melengkapi persyaratan tersebut. Haduhlah... kalo gitu, ngapain kita repot-repot kesini, "sumpeh yah Kang Nanda (si kord. mahasiswa) besok saya telpon antum, tak marah-marahin antum habis-habisan," gemes saya dan kawan-kawan saat itu.
Hohoho... ternyata ada yang lebih ternyata teman, ternyata diujungnya ternyata (banyak banget ternyatanya -.-"), malah terjadi kesalahpahaman antara kami dan pak kord. pusat. Iyalah setelah buku beres dan diikutsertakan lomba sekitar tujuh bulan yang lalu, kami kehilangan kontak dengan beliau, dan kami tidak tahu kalau beliaupun telah datang duluan ke kantor pusbuk. Subhanallah, kesalahpahaman itu ternyata dibantu diluruskan oleh pihak pusbuknya (waahhh baik bangeett ya...). Obrolan pun mulai mengalir dan melupakan urusan kerjaan deh. eh...eh ada yang ternyata lagi kawan, (lagi-lagi si ternyata ikut nimbrung terus). Si Bapak Wahyudin, (ya itu karyawan pusbuk yang bantu kita meluruskan kesalahpahaman itu), alumni UPI juga gan, haduh subhanallah, mantan BEM REMA juga.
"Karena kalian adik-adik saya di UPI, ini ada sedikit rezeki untuk teman-teman untuk ongkos." ujar si Bapak sambil memberikan kepalan ke tangan saya ketika kami hendak pulang
"Haduh pak nggak usah repot-repot..."saya berusaha menolak, meskipun wajah teman-teman saya sangat mengharapkan tidak dikembalikan (tanggal muda yg masih sangat muda gitu lho, tapi basa basi dong ah)
"Eh nggak apa-apa..." si bapak nolak menerima.
Saking senangnya dengan silaturahmi yang membawa rezeki dan ilmu ini, kami berlenggang dengan riangnya keluar kantor.
"Eh... belok kanan...belok kanan." teriak si Bapak dan si ibu menunjukkan pintu keluar.
"Oh iya lupa... hehehe." ucap si Rima diiringi tawa cekikan kami (biasa menutupi malu).
kami pun kembali ke Gambir, kali ini kami membawa personil baru, seorang ibu yang juga penulis dari cibiru yang baru saja melengkapi persyaratan. dan kali ini pula kami naik bajaj aja...
Seusai sholat isya di stasiun gambir, kami langsung membeli tiket pulang, sayangnya jadwal kereta kami pukul 20.30. Sambil menunggu kereta di lobi, kami duduk selonjoran di kursi yang telah disediakan. Dari sini kami menikmati keanggunanan Monas yang tak kalah anggunnya dengan menara Eiffel. Disebelah kirinya, kulihat sebuah gedung salah satu stasiun televisi swasta. Hiruk pikuk stasiun gambirpun belum mereda, meskipun malam telah menyapa, dua orang bapak dengan koper cukup besar berlari mengejar kereta mereka yang melaju, dan akhirnya keduanya tidak dapat naik kereta tersebut.
Kisah hari ini belum selesai sampai disini kawan.
20.30
kereta kami datang, kami pun segera naik. Perjalanan yang cukup melelahkan, aku duduk lemas diatas jok kereta, hari ini hari senin pula, kami baru berbuka hanya dengan air minum yang kami beli di stasiun tadi. Akhirnya kami memesan nasi goreng dan mie rebus di kereta. hm... alhamdulillah nikmat.

00.30
Kereta kami sampai kembali di stasiun Hall Bandung. Keadaan stasiun pun telah begitu sepinya, hanya ramai oleh penumpang yang sama-sama turun bersama kami dan beberapa supir taksi yang menawarkan jasanya. "Taksi?? NO!!" jawab kami.
Di stasiun ini juga kami berpisah dengan rima dan si ibu tadi yang berbeda jurusan. Akhirnya saya, kak Iik dan neng Melia memutuskan naik angkot Sukajadi-Kalapa, karena tuh angkot St. Hall lembangnya nggak mau nongol juga. Keadaan angkot sih ramai-ramai aja, mereka adalah penumpang kereta yang kami tumpangi juga.
Di Sukajadi, kamipun turun untuk pindah angkot. setelah berjalan agak jauh di kegelapan malam Bandung yang sunyi. Eh Alhamdulilalh ternyata (ih si ternyata muncul lagi) ada angkot ciroyom-lembang. Tanpa berpikir panjang, kami, tiga akhwat yang bergentayangan ditengah malam ini segera naik tuh angkot.
Dezig... isinya itu lho... preman semua T.T
Allah... lindungi kami... mana semua hape mati, cuma bersisa satu hape smart punya neng Melia, dan dalam keadaan darurat mungkin saya akan menghubungi no seorang teman yang satu-satunya saya hapal karena banyak angka 2nya (tapi sekarang memori otakku sudah nambah ingat no hapenya, nambah 1 hahaha), tapi apalah daya, ngarep dari manusia, pasti lama. Benaran disaat seperti itu, disaat tak berdaya biasanya manusia moment yang paling dekat dengan Rabbnya.
Hingga akhirnya, Alhamdulillah kami sampai di depan panorama, kami selamat, preman itu sama sekali tidak mengganggu meski membuat kami ketakutan, jalanan benar-benar sepi. Rasa lapar pun menyergap (asa teu nyambung tah). Untung warteg 24 jam itu masih buka. kekekeke...
01.00
Kami tiba di kosan violet, yang sekarang berubah nama menjadi BBB (black buricak burinong, karena sudah tidak warna ungu lagi).
02.00
Setelah menjelajah kota metropolitan, kami baru bisa menjelajah alam mimpi kami. Zzzzz...
Esok pagi menjemput, hwaaa... may bodi is not delisiyus...
Nggak bisa datang ke walimah teman, padahal teman deket... T.T
Tapi subhanallah banyak ilmu yang di dapat
Oh iya, lupa walopun not delisiyus, saya tetap menjalankan tekad saya buat marah-marahin kord. mahasiswanya. Waduh... ternyata (halah ternyata lagi...ternyata lagi...) si neng Melia sudah mendahului menceritakan kejadian sampe cerita ketemu sama preman-preman..
Alhasil, justru malah saya yang diceramahi beliau... :(
















Comments